Header Responsif Media Internasional: Israel Telah Menjadi Negara yang Hina-dina

Media Internasional: Israel Telah Menjadi Negara yang Hina-dina

cendananews.id - Surat kabar internasional terus melaporkan kondisi tragis penduduk di Jalur Gaza dan meningkatnya risiko anak-anak meninggal karena kelaparan dan kekurangan susu.

Dikutip dari Aljazeera, Ahad (6/7/2025), beberapa di antaranya fokus pada pernyataan Amnesty International tentang genosida Israel di Jalur Gaza, sementara yang lain melaporkan bahwa Iran menghantam pangkalan militer Israel selama perang.

The Guardian mengutip para dokter di Gaza yang mengataka anak-anak telah menjadi tinggal tulang dan kulit dan memperingatkan bahwa mereka berisiko meninggal karena kekurangan susu.

Para dokter mengatakan Israel memblokir pengiriman susu formula bayi yang sangat dibutuhkan karena para ibu sekarat atau terlalu kekurangan gizi untuk memberi makan bayi mereka.

Kematian bayi merupakan indikasi yang mengkhawatirkan akan terjadinya krisis kelaparan di Gaza.

Surat kabar Swiss, Le Temps, mempublikasikan sebuah wawancara dengan Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnès Callamard, yang mengatakan bahwa banyak orang yang menyatakan solidaritasnya kepada para korban genosida Israel terhadap Palestina.

Namun, Callamard juga mengatakan bahwa sebagian besar pemimpin Eropa hanya berbasa-basi terhadap kejahatan yang sedang berlangsung di Gaza.

Sebagian besar dari mereka tidak melakukan apa-apa. Dia menambahkan, "Kita tidak boleh putus asa, rakyat Palestina sendiri tidak putus asa: Mereka berjuang untuk bertahan hidup."

Di New York Times, sebuah artikel mengutip para analis yang mengatakan Israel mengatasi musuh-musuhnya tetapi meningkatkan keterisolasian mereka

Benjamin Netanyahu, yang dicari oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas respons militer tanpa henti dan tidak dapat dibenarkan atas serangan 7 Oktober 2023 telah mengguncang citra Israel sebagai negara paria.

Para analis juga mencatat bahwa para pemimpin Israel telah dituduh melakukan genosida dan kejahatan perang, dan mengatakan bahwa “beberapa pemimpin dunia telah membencinya, serta persepsi negatif yang tercermin dalam jajak pendapat publik di dunia.”

Perilaku Israel juga telah merusak konsensus bipartisan yang sudah mapan di AS untuk membelanya.

Iran menghantam pangkalan Israel

Dalam hal lain, analisis Telegraph terhadap data radar satelit mengungkapkan bahwa Iran menghantam lima pangkalan militer Israel dengan rudal-rudalnya selama perang 12 hari tersebut, termasuk sebuah pangkalan udara dan pusat intelijen.

Analisis tersebut menunjukkan bahwa 16 persen rudal Iran berhasil menembus pertahanan Israel dan Amerika Serikat. Iran menggunakan taktik menggabungkan rudal dan pesawat tak berawak untuk membubarkan pertahanan tersebut.

Surat kabar tersebut berkomentar bahwa data tersebut akan semakin memperumit pertarungan verbal antara Israel dan Iran, karena masing-masing berusaha untuk mengklaim kemenangan mutlak.

Akhirnya, Maariv mengutip sumber keamanan yang mengatakan bahwa Israel terus memantau kegiatan intelijen di Iran dan berfokus pada beberapa tujuan, termasuk upaya Teheran untuk memulihkan proyek nuklir dan menyelamatkan kemampuannya dari situs yang rusak.

Media itu juga mengatakan Mossad dan perangkat intelijen Israel lainnya mengontrol sebagian besar aktivitas terebut.

Surat kabar internasional terus memusatkan perhatian mereka pada dampak perang Israel-Iran dan kemungkinan pembaruannya di masa mendatang.

Media juga menyoroti kesiapan tentara pendudukan untuk perang multi-barisan dengan Iran dan proksi-proksi mereka di wilayah tersebut.

Aljazeeraa.net melaporkan sejumlah analisis dari beberapa media internasional, dikutip Senin (30/6/2025).

Sebuah artikel di surat kabar Inggris The Guardian memperingatkan kerapuhan gencatan senjata antara Israel dan Iran dan menyatakan bahwa gencatan senjata itu bisa berakhir kapan saja.

Menurut artikel tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang sedang dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional, menggunakan konflik ini sebagai alat untuk tetap berkuasa dan menghindari pertanggungjawaban.

The Guardian menyamakannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam ketergantungannya pada perang yang tak berkesudahan.

Rezim Iran dapat mengambil keuntungan dari situasi ini untuk meningkatkan program nuklirnya atau membeli senjata dari negara-negara seperti Korea Utara, kata artikel tersebut.

Para pemimpin politik memicu konflik untuk keuntungan pribadi sementara warga sipil harus menanggung akibatnya.

Gencatan senjata antara Tel Aviv dan Teheran mulai berlaku pada 24 Juni, menyusul perang yang dimulai Israel pada 13 Juni dengan tujuan untuk melenyapkan program nuklir dan rudal Iran.

Sumber: (khazanahriau.com)

Donasi Adara


Iklan

Lainnya


Komentarin Beritanya!

Nama:

Komentar: